A. PENDAHULUAN
Permulaan
dari perpecahan umat Islam, boleh dikatakan sejak wafatnya Nabi. Tetapi
perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah.
Demikianlah
berjalan masa-masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dalam kubu persatuan yang erat
dan persaudaraan yang mesrah. Dalam masa ketiga khalifah itulah dipergunakan
kesempatan yang sebaik-baiknya dan mengembangkan Islam keseluruh alam. Tetapi
setelah Islam meluas kemana-mana, tiba-tiba diakhir khalifah Utsman, terjadi
suatu cedera yang ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang kurang disetujui oleh
pendapat umum.
Inilah
asalnya fitnah yang membuka kesempatan untuk orang-orang yang lapar kedudukan,
menggulingkan pemerintahan Utsman. Semenjak itulah, berpangkalnya perpecahan
umat Islam sehingga menjadi beberapa golongan.
Makalah ini
akan mencoba menjelaskan sejarah dan pemikiran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam
makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran
Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya
sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Timbulnya
Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah
Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya
firqoh Qadariyah, dan tampak nya merupakan reaksi daripadanya. Daerah tempat
timbulnya juga tidak berjauhan. Firqoh qadariyah timbul di Irak, sedangkan
firqoh Jabaryiah timbul di Khurasan Persia.
Pemimpinnya
yang pertama adalah Jaham bin Sofwan. Karena itu firqoh ini kadang-kadang
disebut Al-Jahamiyah. Ajaran-ajarannya banyak persamaannya dengan aliran Qurro’
agama Yahudi dan Aliran Ya’cubiah Agama Kristen. Mula-mula Jaham Bin Sofwan
adalah Juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits, Ali Nashar
bin Sayyar dan memberontak di daerah Khurasan terhadap kekuasaan Bani Umayah.
Dia terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik
adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak
ada kasab. Semua perbuatan manusia itu terpaksa (Majbur) diluar
kemaaunya, sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin bertiup atau
sepotong kayu di tengah lautan mengikuti arah hempasan ombak dan badai.
Ringkasannya bahawa orang-orang jabariyah berpendapat bahawa manusia itu tidak
mempunyai daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham Qadariah, yang mana
semua gerak manusia dipaksa adanya kehendak Allah SWT.
Jabariyah
berpendapat bahwa hanya Allah SWT sajalah yang menentukan dan memutuskan segala
amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak semula telah diketahui Allah
SWT dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan qodrat dan iradat-Nya.
Manusia tidak mencapuri sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan
oleh manusia sendiri. Qodrat dan iradat Allah SWT membekukan dan mencabut
kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikatnya segala pekerjaan dan
gareak-gerik manusia sehari-harinya adalah merupakan paksaan (majbur)
semata-mata. Kebaikan dan kejahatan itu pun semata-mata paksaan pula, sekalipun
nantinya manusia memperoleh balasan surga dan neraka.
Pembalasan
surga dan neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan yang diperbuat
manusia sewaktu hidupnya, dan balasan kejahatan yang dilarangnya, tetapi surga
dan nerak itu semata-mata sebagai bukti kebesaran Allah SWT dalam qodrat dan
Iradat-Nya.[1]
Adapun Pemikiran Paham Qadariyah mula-mula timbul
sekitar tahun 70 H/689 M, di pimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Basri dan Ja’ad bin
Dirham, Pada masa Pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Latar belakang
timbulnya qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijakan politik bani umayah
yang dianggap kejam. Apabila firqoh jabariyah berpendapat bahwa khalifah bani
umayah membunuh orang, hal itu karena sudah di takdirkan Allah Swt. Maka firqoh
Qadariah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah Swt
itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik. Manusia harus bebas menentukan nasibnya sendiri
dengan memilih perbuatan yang baik atau buruk. Jika Allah Swt telah menentukan
terlebih dahulu nasib manusia, Maka Allah Swt itu zalim, Manusia Harus Bebas Berkehendak.
Ajaran-ajaran firqoh qadariah segera mendapat
pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan
demi ketertiban umum. Ma’bad al-Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan
dia sendiri di hukum bunuh di Damaskus (80 H/690M). Setelah peristiwa ini, maka
pengaruh paham qadariyah. Semakin surut, akan tetapi muncul nya firqoh
mutazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali paham-paham qadariyah.[2]
2. Pengertian
Jabariyah dan Qadariyah
Dari
segi bahasa, Jabariyah berasal dari kata jabara
yang berarti memaksa atau terpaksa atau dipaksa.[3]
Rosihon Anwar memberikan penjelasan yang dikutipnya dari Al-Munjid, bahwa kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa atau mengharuskan.[4]
Sedangkan
secara istilah Jabariyah adalah suatu paham yang menolak adanya perbuatan dari
manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah,[5]
dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam
istilah inggris paham Jabariyah disebut dengan fatalism atau predestination,
yang berarti perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.[6]
Sedangkan pengertian Qadariyah dari segi bahasa berasal
dari bahasa Arab Qadara yang artinya
kemampuan atau kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Tuhan. Artinya bahwa setiap manusia adalah pencipta bagi
segala perbuatannya tanpa ada campur
tangan dari Tuhan, ia dapat berbuat atau meninggalkan sesuatu atas kehendaknya
sendiri.[7]
Harun Nasution
menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
3. Doktrin-doktrin
Jabariyah
Al-Syahrastānī membagi Jabariyah ke
dalam dua kelompok, yaitu:
1.
Jabariyah
Ekstrim yang sama yang sama sekali tidak memperkenankan perbuatan apa pun kepada
manusia, tak terkecuali kekuasaan untuk berbuat;
2.
Jabariyah
moderat yang mengakui bahwa manusia memiliki kekuasaan, tetapi mempertahankan
bahwa ini merupakan sebuah kekuasaan yang sama sekali tidak efektif.[8]
Di
antara pemuka Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
1.
Jahm bin Shafwān
Nama
lengkapnya adalah Abu Mahrus Jahm bin Shafwān, ia berasal dari
Khurasan,bertempat tinggal di Khufah. Ia seorang da’i yang fasih dan lincah
(orator), ia menjabat sebagai sekretaris Harits bin Surais, seorang mawali yang
menentang pemerintahan Bani Umayyah di Khurasan. Ia di tawan kemudian dibunuh
secara politis tanpa ada kaitannya dengan agama. Banyak usaha yang dilakukannya
untuk menyebarkan paham Jabariyah, di antaranya bepergian keberbagai tempat
untuk menyebarkan paham ini, seperti ke Tirmidz dan Balk.[9]
Paham
Jabariyah yang dibawa oleh Jahm bin Shofwan disebut dengan nama Jahmiyyah. Berikut
ini adalah beberapa pendapat Jahm yang berkaitan dengan teologi, yaitu:
a)
Adalah haram
hukumnya menerapkan suatu sifat kepada Allah yang juga dapat diterapkan kepada
makhluk-makhluk-Nya. Hal ini berarti terdapat keserupaan antara Allah dan
makhluk-Nya. Dengan demikian, Jahm menolak bahwa Allah bersifat hidup dan
mengetahui, tetapi Jahm mengakui bahwa Allah bersifat kuasa, Allah adalah pencipta
dan pelaku perbuatan. Sebab, kekuasaan, perbuatan, dan penciptaan tak akan bisa
dipertalikan dengan makhluk mananpun.[10]
b)
Ia mengakui Ilmu
Allah bukan sifat zat-Nya. Katanya: sesuatu yang belum diciptakan Allah tidak
diketahui Allah. Kalau Allah lebih dahulu mengetahuinya dan baru diciptakan
apakah Ilmu Allah terhadap sesuatu yang belum diciptakan sama dengan Ilmu Allah
sesudah diciptakan? Dan kalau Ilmu Allah sebelum dan sesudah diciptakan sama
maka dapat dikatakan Allah itu jahil. Karena itu Ilmu Allah terhadap sesuatu
yang belum diciptakan tidak sama dengan Ilmu Allah terhadap sesuatu yang sudah
diciptakan. Dan juga kalau Ilmu Allah sebelum dan sesudah diciptakan tidak sama
berarti Ilmu Allah berubah, sedangkan yang dapat menerima perubahan itu adalah
makhluk yang tidak abadi.[11]
c)
Mengenai
kekuasaan atau kekuatan yang diciptakan, Jahm mengatakan bahwa manusia sama
sekali tidak memiliki kekuatan atas apapun, tidak pula bisa dikatakan manusia
memiliki daya untuk berbuat. Manusia dalam segala perbuatannya ditentukan oleh
Allah secara mutlak.[12]
d)
Surga dan neraka
tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.[13]
e)
Jika seorang
manusia memiliki pengetahuan (mengenai Tuhan), tetapi menolak-Nya secara
lahiriah, penolakan ini tidak membuatnya menjadi kafir karena hal ini tidak
menghilangkan pengetahuannya. Maka, dia masih tetap menjadi mukmin. Jahm lebih
jauh mengatakan bahwa iman tidak tersusun dari bagian-bagian, yakni bahwa iman
tidak bisa dibagi kepada kepercayaan, kata-kata, dan perbuatan. Selanjutnya,
orang yang memiliki iman tidak saling melebihi dalam tingkatan keimanan, oleh
karena itu iman para nabi dan iman orang-orang biasa berada pada tingkatan yang
sama.[14]
2. Ja’d
bin Dirham
Al-Ja’d adalah
seorang Maulan Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan
orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk
mengajar di lingkungan pemerintah Bani Umayyah, tetapi setelah tampak
pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayyah menolaknya. Kemudian
Al-Ja’d lari ke Kufah dan di sana ia bertemu dengan Jahm, serta mentransfer
pikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan disebarluaskan.
Doktrin pokok Ja’d secara umum sama
dengan pikiran Jahm. Sebagaimana penjelasan Al-Ghuraby yang dikutip Rosihon
Anwar dan Abdul Rozak menjelaskan sebagai berikut:
a)
Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh
karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada
Allah.
b) Allah tidak mempunyai sifat yang
serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
c) Manusia terpaksa oleh Allah dalam
segala-galanya.[15]
Tidak seperti
kaum Jabariyah ekstrim, kaum Jabariyah moderat mempunyai pendapat berbeda
tentang ketuhanan. Berikut ini akan dijelaskan pendapat kaum Jabariyah dari
para pemukanya.
1.
An-Najjār
Nama
lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjār (wafat 230). Para pengikutnya
disebut An-Najjāriyyah atau Al-Husainiyyah. Di antara pendapat-pendapatnya
adalah:
a)
Tuhan menciptakan segala perbuatan
manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan
itu. Itulah yang disebut kasb dalam
teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi
seperti wayang yang gerakannya tergantung pada dalang, sebab tenaga yang
diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
b)
Tuhan tidak dapat dilihat di
akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan
potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.[16]
2.
Ad-Dhirār
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjār,
yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia
mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa
dalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirār mengatakan bahwa satu
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Mengenai ru’yah Tuhan di akhirat, Dhirār mengatakan
bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam. Ia juga berpendapat
bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ahad tidak
dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.[17]
4. Doktrin-doktrin Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat
Ghailan yang dikutipnya dari pendapat Ghurabi tentang doktrin Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang melakukan
baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.[18]
Salah seorang pemuka Qadariyah lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia
hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas
segala perbuatannya.[19]
Dari penjelasan
di atas dapat dipahami bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa
segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendakya sendiri. Manusia
mempunyai kewenagan untuk melakuakan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga behak pula memperoleh hukuman
atas kejahatan yang diperbuat.
Faham takdir
dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum dipakai
oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan bahwa nasib manusia telah
ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhdap dirinya.
Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya
bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam
istilah Al-Qur’an sunnatullah.
5.
Ayat-ayat yang Dijadikan Dalil oleh
kelompok Jabariyah dan Qadariyah
Paham-paham yang diajukan oleh kelompok
Jabariyah dan Qadariyah ini bukan hanya berdasarkan rasionalitas pemikiran saja
akan tetapi ada nash-nash Al-Qur’an yang dijadikan sebagai penopang akan
pendapatnya, berikut ini akan dijelaskan ayat-ayat yang mereka jadikan sebagai
dalil.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat membawa
timbulnya paham Jabariyah adalah sebagai berikut:
Terjemahnya:
“Niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika
Allah menghendaki.”
[20]
(Q.S.
Al-An’ām [6]: 111)
Terjemahnya:
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat itu.”[21]
(Q.S.
Ash-Shaffāt [37]: 96)
Terjemahnya:
“Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,
tetapi Allah-lah yang melempar.”[22]
(Q.S.
Al-Anfāl [8]: 17)
Terjemahnya:
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah.”[23]
(Q.S.
Al-Insān [76]: 30)
Ayat-ayat
tersebut terkesan membawa seseorang pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah
alasan yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih tetap ada di kalangan umat
Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada.
Sedangkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan kelompok Qadariyah sebagai pijakan adalah
sebagai berikut:
Terjemahnya:
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa
yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.”[24]
(Q.S.
Al-Kahfi [18]: 29)
Terlihat jelas dalam ayat ini menurut
mereka bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada sekalian manusia untuk
menentukan apakah ia mau beriman atau malah sebaliknya, hal ini menunjukkan
bahwa manusialah yang menentukan arah hidupnya sendiri bukan Tuhan.
Terjemahnya:
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan
Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada
musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya
(kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”[25]
(Q.S. Ali Imran [3]: 165)
Terkait ayat ini pun mereka berargumen,
bahwa kekalahan kaum muslimin pada waktu peperangan Uhud itu semua diakibatkan
oleh kelalaian dan kedurhakaan pasukan panah terhadap perintah Rasulullah saw.,
dimana mereka diperintahkan agar tidak meninggalkan tempat mereka walau apa pun
yang terjadi, tapi karena tergiur akan harta rampasan perang mereka
meninggalkan tempat mereka, hingga akhirnya pasukan musuh memporak-porandakan
pasukan muslim pada waktu itu. hal ini pun menunjuk-kan bahwa kesalahan pada
waktu itu sepenuhnya berada ditangan kaum muslimin (pasukan panah) tidak ada
sangkut-pautnya dengan Tuhan.
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”[26]
(Q.S.
Ar-Ra’d [13]: 11)
Lihatlah dan perhatikan ayat ini!
dimana menurut mereka. “Tuhan tidak kuasa dan bisa merubah nasib manusia
kecuali kalau mereka sendiri yang merubahnya, kekuasaan Tuhan dalam soal ini
tidak ada lagi, karena kekuasaan itu sudah diberikan secara penuh kepada
manusia.
Terjemahnya:
“Dan barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia
mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri.”[27]
(Q.S.
An-Nisa [4]: 111)
Dalam ayat ini, kata mereka, bahwa
manusia sendirilah yang membuat dosanya, bukan Tuhan, kalau Tuhan yang membuat
dosa hamba-Nya tentulah Ia menganiaya hamba-Nya, dan ini mustahil karena sampai
kapan pun Tuhan tidak mungkin bersifat aniaya.
Demikianlah sebagian ayat yang dipakai
kelompok Qadariyah sebagai dalil.
6. Perbedaan Paham Jabariyah dan Paham Qadariyah
Sebagaimana penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa memandang manusia berada dalam posisi yang sangat lemah.
Perbuatan-perbuatan manusia adalah hal-hal yang harus dilakukan dan dilalui
oleh manusia tanpa diperlukan mereka memainkan peran. Diakui secara tegas bahwa
perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan dan ia hanya tempat berlakunya
perbuatan dan ciptaan-Nya.
Sedangkan
dalam paham Qadariyah ini, keyakinaan penganutnya adalah bahwa perbuatan
manusia merupakan ciptaan dan pilihannya sepenuhnya, bukan ciptaan atau pilihan
Allah. Hal ini didasarkan pada kemampuan manusia membedakan antara orang yang
berbuat baik atau berbuat jelek dengan dengan orang yang baik atu jelek
wajahnya. Kita memuji orang yang berbuat baik karena kebaikannya dan mencela
yang berbuat jelek karena kejahatannya. Yang demikian tidak berlaku terhadap
orang yang baik atau jelek wajahnya sebagaimana pula pada orang yang tinggi
atau yang pendek. Terhadap orang yang tinggi atau pendek tidak dapat dikatakan
kepadanya “mengapa anda tinggi” atau “mengapa anda pendek”. Terhadap orang yang
berbuat Zalim atau berdusta dapat dikatakan “mengapa anda berbuat zalim” atau
“mengapa anda berdusta”. Kalau sekiranya yang terakhir itu (zalim dan dusta)
tidak bergantung pada kita, maka bukanlah kemestian membedakannya dengan yang
lain (tinggi atau pendek). Yang bergantung pada manusia adalah perbuatannya dan
diadakan olehnya.[28]
Dan dapat disimpulkan bahwa perbedaan
keduanya itu, Jabariyah memandang manusia tidak merdeka dan mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa, sedangkan qadariyah itu memandang manusia
pada posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya
C.
KESIMPULAN
Jabariyah
adalah paham yang mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia baik itu jahat
atau pun baik, semuanya berasal dari Allah. Sedangkan Qadariyah sebaliknya,
paham ini mengatakan bahwa manusia manusia berkuasa atas semua tindakannya,
Tuhan tidak ada sangkut-pautnya.
Jabariyah
dan Qadariyah tidak hanya memprkuat paham mereka dengan berdasar pada akal,
tapi mereka juga menggunakan nash-nash Al-Qur’an, sehingga mereka tidak bisa
langsung dianggap sebagai aliran yang menyimpang dari Islam.
Inti dari perbedaan antara Jabariyah
dan Qadariyah terletak pada kekuasaan manusia melakukan sesuatu. Jabariyah
memandang manusia tidak merdeka dan mengerjakan perbuatannya dalam keadaan
terpaksa, sedangkan Qadariyah itu memandang manusia pada posisi merdeka dalam
menentukan tingkah laku dan kehendaknya.
Tidak
ada yang bisa disalahkan antara kelompok Jabariyah dan Qadariyah, keduanya
memiliki dalil yang kuat. Pada hakekatnya manusia diberi akal dan pikiran untuk
berbuat dan berusaha, sedangkan nantinya Allah lah yang menentukan hasilnya.
Aliran Jabariyah dan Qadariyah ini mempunyai
dampak positif dan negatifnya masing-masing. Disatu sisi, Jabariyah membuat
manusia menjadi pasif, namun juga akan membuat manusia memiliki sifat tawakkal
yang tinggi. Di sisi lain, Qadariyah akan membuat manusia menjadi aktif, namun
juga akan menjerumuskan manusia ke dalam kesombongan.
[1]
Sahilun A. Nasir, Ilmu Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, Jakarta :
Rajagrafindo Persada, 2010, Cet.I, hal.143
[2]
Sahilun A. Nasir, Ilmu Kalam (Teologi Islam)....... hal.139
[3]M.Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-aliran dalam Islam dan
Ciri-ciri Ajarannya, Jakarta: Pustaka Al Riyadl, 2006, h. 55.
[4]Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam,Bandung: Pustaka Setia, 2003,
h. 63.
[5]http://ahmad-mubarak.blogspot.com/2008/09/ilmu-kalam.html
(online 10 November
2013).
[6]Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:
UI Press, 1986, h. 33.
[7]Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, h. 70.
[8]As-Syahrastānī, Al-Milal
wa Al-Nihal: Aliran-aliran Teologi dalam Islam. Terjemahan Muslim Sects and
Divisions, Bandung: Mizan, 2004, h. 137.
[28] http://success-bersihjasmanidanrohani.blogspot.com/2010/05/paham-jabariyah.htm
(online10
November
2013).
Slots | Casinos | Casino | Free Coins | No Deposit Bonus
BalasHapusSlot games are made for fun titanium tubing and 룰렛 돌리기 exciting bet365 fun. We also offer casino 유로 스타 사이트 games with free bonuses, free spins, scratch cards and 1xbet korean more.