Minggu, 28 Desember 2014

MODEL-MODEL DESAIN KURIKULUM THE SOCIAL



BAB I
PENDAHULUAN
Dalam proses belajar dan pembelajaran pada umumnya materi pembelajaran diupayakan berorientasi pada 4H, yakni, head (kepala), heart (hati) dan hand (tangan). Yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan. Dan yang , keempat Helth (kesehatan).
Dengan kerangka pemikiran tersebut, maka hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran yaitu mengenai desain kurikulum. Menurut Oemar Hamalik pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.[1]
Ada tiga model desain kurikulum pada umumnya, yaitu suatu desain yang berpusat pada bahan ajar (subject centered design), suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa (learned centered design), dan suatu desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang di hadapi dalam masyarakat (problem centered design).
 Namun pada makalah ini hanya akan di uraikan mengenai model desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang di hadapi dalam masyarakat (problem centered design ) saja.

BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum mengulas lebih dalam lagi mengenai model desain kurikulum problem centered design (desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang di hadapi dalam masyarakat), maka akan diuraikan terlebih dahulu mengenai pengertian dan prinsip desain kurikulum terlebih dahulu secara umum.
A.       Pengertian Desain Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.[2]
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.[3]Adapun George A. Beauchamp mengemukakan bahwa:
Curriculum design may be defined as the substance and organization of goal and culture content so arranged as to reveal potential progression through levels of schooling. (Desain kurikulum bisa digambarkan sebagai unsur pokok, komponen hasil atau sasaran dan kultur yang membudaya). [4]
Sehingga dari uraian diatas dapat penulis simpulan bahwa Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.
B.        Prinsip-prinsip dalam mendisain
Saylor (Hamalik :2007) mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
2) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru;
3) Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah;
4) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa
5) Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6) Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
8) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.[5]

C.    Model Desain Kurikulum (problem centered design)
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Problem centered desain menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat dan menekankan pada  perkembangan peserta didik.[6]
Hal ini bertolak dari asumsi para ahli pendidikan humanistik bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan kehidupan mereka, selain itu anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebaga subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.[7]
Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik.
Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain  kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design.
1).The Area of Living Design
Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living design seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah.[8]
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan. Penguasaan informasi- unformasi yang bersifat pasif tetap dirangsang. Cirri lain yaitu menggunakan pengalaman dan situasi – situasi dari peserta didik sebagai pembuka jalan  dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Desain ini mempunyai beberapa kelebihan diantanya:
  • The areas of living desaign merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema- problema kehidupan sosial.
  • Karena kurikulum diorganisasikan di sekitar  problema- problema peserta didik maka kurikulum ini menggunakan  prosedur pemecahan masalah.
  • Menyajikan bahan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
  • Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yyang professional.
  • Motivasi berasal dari peserta didik.[9]
Adapun  kekurangan dari desain ini adalah:
  • Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sngat esensial sangat sukar.
  • Lemahnya integrasi kurikulum
  • Desain ini megabaikan warisan budaya.
para peserta didik memandang masalah untuk sekarng dan masa depan dan mengabaikan masa lalu.
2).The Core Design
The cores design timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar , mereka memilih mta mata pelajaran tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan kan disekitar core tersebut. Menurut konsep ini inti-initi bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The core design biasa juga disebut the core curriculum.
Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.[10]
The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.
Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu:
1.      The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2.      The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.
3.   The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
4.   The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered, the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.
5.      The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
6.      The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh  masalah social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.
D.       Perbedaan Antara Model Desain Kurikulum
Perbedaan yang mendasar antara ketiga model desain yang telah diuraikan adalah :
Subject centered desaign mengutamakan isi, sedangkan learner centered  mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, sementara problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.

BAB III
SIMPULAN

·         Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.
·         Ada 8 prinsip yang di ajukan Saylor  ketika akan mendesain kurikulum.
·         Perbedaan anatara ketiga model desain kurikulum Subject centered desaign mengutamakan isi, sedangkan learner centered  mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, sementara problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.












DAFTAR PUSTAKA
A.       Buku
Malik, Oemar , Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda, 1993).

Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009).

Beane A. James (1997), Curriculum Integration: Designing The Core of Democratic Eduction, (Teachers College Press, Columbia University. 1975).

Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.


B.        Website


[1]Oemar Malik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda, 1993) , h. 21.
[2]Oemar Malik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Rosda, 1993) , h. 21.
[3]Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), H. 34.
[4]Beane A. James (1997), Curriculum Integration: Designing The Core of Democratic Eduction, (Teachers College Press, Columbia University. 1975), h. 101.
[5] Nadirah, Desain-Desain Kurikulum, http://dhyrahcahayacinta.wordpress.com, akses pada 10 Maret 2014, pukul: 20:00WIB.
[6] Ibid.
[7]Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
[8]Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
[9] Nadirah, Desain-Desain Kurikulum, http://dhyrahcahayacinta.wordpress.com, akses pada 10 Maret 2014, pukul: 20:00WIB.
[10] Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.

1 komentar: