Minggu, 28 Desember 2014

PROBLEM-PROBLEM PENDIDIKAN DALAM KONTEKS SUPERVISI PENDIDIKAN: PROBLEM INTERNAL; SUMBER DAYA GURU; SDM PIMPINAN LEMBAGA PENDIDIKAN; SDM TENAGA ADMINISTRASI; PROBLEM ANAK DIDIK; PROBLEM EKSTERNAL: STRUKTUR ORGANISASI PENGAWAS; POLA PENGAWASAN; KESEJAHTERAAN; KOMPETENSI PENGAWAS



BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen untuk mencapai tujuan pendidikan.  Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tentang Pengertian Pendidikan adalah:
Pendidikan  berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[1]
Salah satu komponen yang menunjang berlangsungnya proses pendidikan disekolah adalah pengawas sekolah. Pengawasan sekolah itu penting karena merupakan mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen. Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubungannya terhadap perencanaan dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan. Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Supervisi dalam Dictionary of Education Good Carter (1959) adalah:
Usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lain nya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran.[2]
Menurut Made Pidarta, supervisi pendidikan adalah kegiatan membina para pendidik dalam mengembangkan proses pembelajaran termasuk segala unsur penunjangnya.[3]
Pada makalah ini akan di uraikan mengenai problem-problem pendidikan dalam konteks supervise pendidikan yang meliputi: problem internal dan problem eksternal. Dalam problem internal meliputi, sumber daya guru, SDM Pimpinan Lembaga Pendidikan, SDM Tenaga Administrasi, dan Problem Anak Didik.
Adapun problem eksternal meliputi struktur organisasi pengawas, pola pengawasan, kesejahteraan, dan kompetensi pengawas.












BAB II
PEMBAHASAN
Problem-problem pendidikan dalam supervisi pendidikan dapat di bagi menjadi dua, yaitu problem internal dan problem eksternal.
A.    Problem Internal
Pengawasan internal ialah suatu penilaian yang objektif dan sistematis oleh pengawas internal atas pelaksanaan dan pengendalian organisasi. Pengawasan internal menekankan pada pemberian bantuan kepada manajemen dalam mengidentifikasi sekaligus merekomendasi masalah inefisiensi maupun potensi kegagalan sistem dan program. Adapun problem internal dalam pengawasan atau supervise pendidikan meliputi:
1.      Sumber Daya Guru
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan (pre-service education) maupun program dalam jabatan (inservice education). Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya ulasan mengenai perlunya supervisi pendidikan itu bertolak dari keyakinan dasar bahwa guru adalah suatu profesi.[4] Namun, terkadang guru merasa memiliki otonomi untuk melakukan apa saja tanpa merasa perlu supervisi yang mereka anggap intervensi dari kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan atau yayasan sekolah. Sehingga hal ini menjadi problem bagi para supervisor untuk melakukan pengawasan karena kurang mendapat respon dari guru.
2.       SDM Pimpinan Lembaga Pendidikan
Kepala sekolah yang merasa memiliki otonomi melakukan apa saja dalam lingkup sekolah tanpa merasa perlu melakukan atau memperoleh supervisi. Demikian juga pengawas dan yayasan, juga merasa bahwa guru atau kepala sekolah telah memiliki otonomi dan dianggap tahu apa yang harus dilakukan, sehingga, pengawas seringkali melaksanakan supervisi hanya untuk memenuhi tugas semata.
3.      SDM Tenaga Administrasi
Administrasi pendidikan dalam adalah segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala sesuatu baik personel,spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Agar kegiatan dalam komponen administrasi pendidikan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan,kegiatan tersebut harus dikelola melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus). Karena itu seorang tenaga administrasi atau administrator dalam pendidikan harus mempunyai kemampuan serta skill yang cukup.
4.      Anak Didik
Menurut ilmu jiwa, anak merupakan individu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Maksudnya berbeda antar yang satu dengan yang lain. Crri-ciri dari murid itu harus diketahui oleh guru.[5] Menurut George E. Hill dalam risetnya menjelaskan beberapa problematika anak didik antara lain: kebanyakan murid-murid Nampak kurang berinisiatif dalam bekerja, kebanyakan murid nampaknya kurang punya minat dalam belajar.[6]
B.     Problem Eksternal
1.      Struktur Organisasi Pengawas
Jika dilihat secara mikro, pada dasarnya struktur organisasi pengawas sekolah yang sudah berjalan selama ini merupakan sumber munculnya permasalahan dalam kepengawasan kependidikan. Namun, apabila dilihat secara makro, masih terdapat beberapa hal yang harus ditinjau kembali. Kondisi yang masih dirasakan oleh para guru dan kepala sekolah adalah bahwa jabatan pengawas sekolah seolah senioritas, memiliki kekuasaan lebih. Sebaliknya masih ada yang beranggapan bahwa pengawas lebih rendah dari pada kepala cabang dinas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu mereka menginginkan keberadaan pengawas hendaknya ditempatkan dengan struktur yang benar, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2.      Pola Pengawasan
Sebagian guru menyatakan bahwa pola pengawasan yang ada pada saat ini kurang memuaskan, karena masih ada pengawas yang masih kurang sesuai dengan bidangnya, kurang memahami tugasnya dan kurang menguasai materi. Tidak berbeda dengan pandangan para guru kepala sekolah juga menyatakan pola pengawasan saat ini masih kuurang memuaskan.
3.      Kesejahteraan
Jabatan pengawas sekolah atau biasa dengan istilah supervisor kurang di minati atau boleh dikata menjadi supervisor tidak sejahtera. Jabatan sebagai seorang supervisor hanya menjadi jabatan buangan atau pelarian sehingga kompetensi supervisor masih kurang berkualitas. Perhatian pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan supervisor dalam hal pemberian tunjangan khusus atau penghasilan tambahan bagi supervisor masih rendah karena belum adanya peraturan pemerintah mengenai tunjangan khusus tersebut.[7]
4.      Kompetensi Pengawas
Dasar hukum tentang kepengawasan yakni Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tanggal 28 Maret 2007 berbunyi sebagai berikut   : Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah  :
a.       Kualifikasi
Kualifikasi Pengawas Taman Kanak- Kanak/ Raudhatul Athfal ( TK/RA) dan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut   :
1.           Berpendidikan minimum sarjana ( S1) atau diploma empat D-IV kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;
2.            Pengalaman kerja guru TK/RA minimal 4 tahun untuk menjadi pengawas;
3.           Memiliki pangkat minimum piñata, golongan ruang III/c;
4.           Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan;
5.           Memenuhi kompetensi pengawas melalui uji kompetensi ( seleksi pengawas).
Kaulifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs ), Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA) dans Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan ( SMK/MAK) adalah sebagai berikut   :
1.            Memiliki pendidikan minimum magister ( S2) kependidikan dengan berbasis sarjana S1 dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
2.             Guru SMP/ MTs bersertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relavan di SMP/MTs atau kepala sekolah SMP/MTs dengan pengalaman kerja minimum  4 tahun, untuk menjadi pengawas SMP/ MTs sesuai dengan rumpun mata pelajarannya;
3.            Guru SMA/ MA bersertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relavan di SMA/MA atau kepala sekolah SMA/MA dengan pengalaman kerja minimum  4 tahun, untuk menjadi pengawas SMA/ MA sesuai dengan rumpun mata pelajarannya;
4.            Memiliki pangkat minimum piñata, golongan ruang III/c;
5.            Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan; 
6.            Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi ( seleksi pengawas );
7.             Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
b.        Kompetensi Pengawas
Kompetensi Pengawas TK/ RA dan SD/MI/ SMP/MTs/SMA/ MA/SMK/MAK:
1.            Kompetensi Kepribadian maksudnya : Memiliki tanggung jawab sebagai pengawas satuan pendidikan, kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya serta menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholders pendidikan.
2.            Kompetensi Supervisi Manajerial maksudnya : menguasai metode, teknik dan prinsip evaluasi, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan disekolah/ madrasah. Membina kepala sekolah/madrasah dalam pengelolaan administrasi satuan pendidikan, serta memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan.
3.            Kompetensi Supervisi Akademik maksudnya : Memahami konsep, prinsip, teori, dasar karakteristik dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan mata pelajaran. Membimbing guru dalam penyusunan silabus dan RPP sesuai dengan prinsip KTSP, serta membimbing guru untuk memanfaatkan teknologi dan komunikasi serta informasi bidang pengembangan mata pelajaran tersebut.
4.            Kompetensi Evaluasi Pendidikan maksudnya  : Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran/ bimbingan sekolah/ madrasah. Menilai kinerja kepala sekolah/ madrasah dan guru serta staf sekolah/ madrasah. Memantau pelaksanaan pembelajaran/ bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganalisis untuk perbaikan mutu pembelajaran.
5.            Kompetensi Penelitian Pengembangan maksudnya : Menguasai berbagai pendekatan, jenis dan metode penelitian dalam pendidikan. Menyusun proposal penelitian pendidikan baik kualitatif dan kuantitatif, serta menyusun pedoman/ panduan atau buku/ modul yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pengawasan di sekolah/ madrasah.
6.            Kompetensi Sosial maksudnya  : Bekerjasama berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.[8]













BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
-          Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus menerus.
-          Pola pengawasan dianggap kurang memuaskan, karena masih ada pengawas yang masih kurang sesuai dengan bidangnya, kurang memahami tugasnya dan kurang menguasai materi.
-          Jabatan sebagai seorang supervisor hanya menjadi jabatan buangan atau pelarian sehingga kompetensi supervisor masih kurang berkualitas.
-          Dasar hukum tentang kepengawasan yakni Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 Tanggal 28 Maret 2007.






DAFTAR PUSTAKA
A.      Buku
A.Sahertian, Piet , Konsep Dasar dan Teknik Supervsi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia,( Jakarta: Rieneka Cipta, 2000), h. 17.

Aleidia Sahertian, Ida, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1992).

Darminta, Purwa ,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2005).


Pidarta, Made , Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999).

Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).


B.       Website


[1]Purwa Darminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2005), h. 129.
[2]Piet A.Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervsi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia,( Jakarta: Rieneka Cipta, 2000), h. 17.
[3] Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.2.
[4]Abdul Kholik, Pendidikan Sosial dan Kemasyarakatan, http://khaliqida.blogspot.com,  di akses pada 10 Maret 2014,pukul 20:00 WIB.
[5]Subari, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 131.
[6]Ida Aleidia Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1992), h. 115.
[7]Neta Zulham, Pelaksanaan Supervisi dalam Rangka Efesien dan Efektifitas Pendidikan, http://www.slideshare.net, di akses pada 10 Maret 2014,pukul 20:00 WIB.
[8]Emanuel Waruwu, Pengawas Sekolah  http://emwaruwu01.blogspot.com/, di akses pada 10 Maret 2014,pukul 20:00 WIB.

1 komentar:

  1. terimakasih kak
    kebetulan saya lagi nyari referensi tentang supervisi pendidikan

    BalasHapus