BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama yang dilaksanakan secara sadar baik
dari pihak pendidik maupun pihak terdidik. Kesadaran dalam melaksanakan
pendidikan adalah dimaksudkan untuk mencapai kedewasaan dan kematangan berfikir
yang dapat diusahakan melalui beberapa proses pendidikan, yaitu proses
pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan memegang peranan penting
dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.[1]
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren memiliki
ciri-ciri unik yang tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan lain. Sejak tahun 1980 an pertumbuhan
lembaga lembaga pendidikan Islam Luar Sekolah yaitu pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat di luar jalur pendidikan sekolah tampak cukup pesat, terutama
di kota-kota besar. Fenomena ini ditandai dengan munculnya Taman
Pendidikan Al Qur’an ( TPA ), Taman Kanak-Kanak Al Qur’an
( TKA ) , Madrasah Diniyah, Majlis Ta’lim, dan bentuk-bentuk pengajian
keagamaan lainnya. Bentuk-bentuk pendidikan demikian terlihat sepintas
menggantikan model pengajian Al Qur’an di masjid atau langgar yang pernah ada
sebelumnya , tapi mengalami perubahan baik bentuk maupun isinya.
Pada
makalah ini akan di bahas mengenai profil dan karakteristik Pondok Pesantren,
Madrasah Diniyah, dan Majlis Ta’lim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profil dan Karakteristik Pondok Pesantren
1.
Profil Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Pesantren memiliki ciri-ciri unik yang tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga
pendidikan lain. Secara sosiologis munculnya pesantren merupakan hasil dari
rekayasa individual yang berkompeten untuk menularkan ajaran Islam dan secara
ekonomis (biasanya) mapan, sehingga wajar jika pekembangan pesantren sangat
diwarnai oleh tokoh (sebut kyai) yang mengasuhnya. Secara tradisional,
pesantren memiliki masjid, pondokan, santri, kyai, dan pengajian tradisional.
Pesantren kemudian berkembang pesat dengan diversifikasi program dan ilmu yang
ditawarkan kepada masyarakat. Pesantren modern pada umumnya telah dilengkapi
dengan sarana dan prasarana educational dan non educational yang
sangat modern juga. Secara umum, hubungan cultural dan emotional antara
kyai dan santri sangat erat. Para santri menganggap kyai sebagai sentral figur
sehingga mereka mentaati segala petuah dan nasihatnya, bahkan ketaatan semacam
ini menjadi doktrin di pesantren.[2]
Pada mulanya, pendidikan pesantren bertujuan untuk mencetak ustaz,
kyai muda, dan ulama: mereka yang memiliki ilmu agama yang mumpuni. Namun dalam
perkembangannya pesantren melakukan adaptasi dengan sistem pendidikan modern
dengan dual kurikulum: agama dan non agama, tujuannya mencetak ilmuan agamis
atau kyai intelektual. Dengan kurikulum yang beragam, guru juga beragam
kualifikasinya.[3]
2.
Karakteristik Pondok
Pesantren
Secara
umum pondok pesantren mempunyai cirri khas atau karakteristik tertentu,
diantara nya ialah:
a. Dipimpin oleh seorang kiayi
b. Terdapat pondok atau asrama tempat
santri menginap
c. Terdapat musholla ataupun mesjid di
dalam lingkunganpondok pesantren tersebut
d. Mengajarkan kitab kuning sebagai
pelajaran utama.
Ciri
kurikulum pesantren itu menduduki penguasaan sumber ajaran yang ilahi
bersumber dari Allah SWT) menjadi
peragaan individu untuk disemaikan ke dalam hidup bermasyarakat. Selain
mengenal ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor
(perilaku) dalam pengajarannya, sejak lama pesantren mendasarkan diri pada tiga
ranah utama; yaitu Faqahah (kecukupan atau kedalam pemahaman agama), Thabi’ah
(perangai, watak, atau karakter), dan Kafaah (kecakapan oprasional).
Jika pendidikan merupakan upaya perubahan, maka yang berubah dan diubah adalah
ketiga ranah itu, tentu saja perubahan ke arah yang lebih kuat.[4]
Pendidikan
pesantren dikelompokkan ke dalam dua paradigma tarbiyah: yaitu tarbiyah
ta’limiyah dan tarbiyah sulukiyah.
a. Tarbiyah ta’limiyah merupakan
usaha dan terancana untuk merawat dan mengembangkan potensi warga belajar sejak
tahap “benih” sampai tahap “berubah” secara kesinambungan dan sistemik yang
mendasarkan pada penguasaan tanda-tanda normatif, teks, dan dalil.
b. Tarbiyah sulikiyah merupakan
usaha sadar dan terancana untuk merawat dan mengembangkan potensi warga belajar
sejak tahap “benih” sampai tahap “berubah” secara kesinambungan dan sistemik
yang mendasarkan pada penguasaan kecakapan bertindak dengan memperhatikan
sekaligus tanda-tanda qauliyah (terucapkan/tekstual) dan kauniyah
(terwujud/faktual) sehingga warga belajar dapat mendefinisikan diri dan
lingkungan untuk mewujudkan kenyataan hidup yang lebih baik.[5]
B.
Profil dan Karateristik Madrasah Diniyyah (MADIN)
1.
Profil Madrasah Diniyyah (MADIN)
Madrasah
Diniyah adalah satuan pendidikan keagamaan Islma nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan agama Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan
umum. Untuk tingkat dasar (Diniyyah Takmiliyah Awliyah) dengan masa belajar 4
tahun dari kelas satu sampai kelas empat. Untuk tingkat menengah pertama
(Diniyyah Takmiliyah Wustha) dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai
kelas dua. Untuk menengah atas (Diniyyah
Takmiliyah Ulya) dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai kelas dua,
dengan jumlah jam belajar minimal 18 jam pelajaran dalam seminggu.[6]
2.
Karateristik Madrasah Diniyyah (MADIN)
Madrasah
Diniyah memiliki beberapa ciri atau karakteristik, diantaranya adalah:
a. Memiliki jumlah jam pelajaran yang lebih
sedikit dari pada jumlah pelajaran di pendidikan formal perminggu nya. Yaitu 18
jam perminggu minimalnya.
b. Mata pelajaran yang di ajarkan semua
mengenai agama Islam. Untuk Tingkat dasar dan Menengah (Awaliyah dan Wushta)
berjumlah 9 mata pelajaran yang terdiri dari Qur’an, Hadits, Termjemah-Tafsir,
Tajwid, Aqidah Akhlak, Fiqh – Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab,
dan Praktek Ibadah. Sementara untuk Tingkat Atas (Ulya) mata pelajaran yang
diajarkan adalah Tafsir-ilmu Tafsir, Hadits-Ilmu Hadits, Akhlak, Ilmu Tauhid,
Fiqh, Ushul Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah.[7]
c. Di selenggarakan pada waktu sore hari
karena sebagai pelengkap pendidikan agama islam bagi siswa di pendidikan Umum.
Secara
umum, setidaknya sudah ada beberapa jenis pendidikan diniyah di bumi nusantara
ini. Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen)
yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh
pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan
swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan
pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal. Sebagai contoh, Madrasah
Diniyyah An-nur yang berada di Kabupaten
Kapuas. Madrasah ini tidak berada dalam lingkaran Pondok Pesantren tetapi di
bangun oleh masyarakat setempat dengan tujuan agar anak-anak mereka mendapatkan
pengetahuan agama yang lebih.
Kedua, pendidikan
diniyah yang berada dalam lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan
menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. Contohnya
Madrasah Diniyyah di Pondok Pesantren Darussalam Martapura, Provinsi Kalimantan
Selatan.
Ketiga, pendidikan
diniyah yang diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan
secara formal di pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal. Sebagai contoh
Madrasah Diniyyah Nurul Hidayah di Jalan Trans Kalimantan km 9 kec. Kapuas
Timur Kabupaten Kapuas. Madin disini diselenggarakan secara formal setiap pagi,
dan diajarkan beberapa mata pelajaran umum yang di ujikan dalam UN. Sehingga
ketika mereka berada ditingkat akhir, pihak Madrasah mengikutkan para santri
nya dalam ujian Paket A, B, atau pun C.
C.
Profil dan Karakteristik Majlis Taklim
1.
Profil Majlis Taklim
Dalam bahasa Arab kata majlis
( )
adalah bentuk isim makan ( kata tempat ) kata kerja dari yang artinya “ tempat duduk, tempat
sidang, dewan.[8]
Kata ta’lim dalam bahasa Arab merupakan masdar dari kata ( ) yang memiliki arti pengajaran.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
pengertian majlis adalah Lembaga ( Organisasi) sebagai
wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat
non pemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam.[9]
Majlis Ta’lim sebagai salah satu
bentuk pendidikan Islam yang bersifat Nonformal , tampak memiliki kekhasan
tersendiri. Dari segi nama jelas kurang lazim dikalangan masyarakat Islam
Indonesia bahkan sampai di negeri Arab nama itu tidak dikenal, meskipun akhir –
aklhir ini Majlis Ta’lim Sudah berkembang pesat. Juga merupakan kekhasan dari
Majlis Ta’lim adalah tidak terikat pada faham dan organisasi keagamaan yang sudah tumbuh dan berkembang. Sehingga menyerupai kumpulan pengajian yang
diselenggarakan atas dasar kebutuhan untuk memahami Islam disela – sela
kesiobukan bekerja dan bentuk – bentuk aktivitas lainnya atau sebagai pengisi
waktu bagi Ibu – ibu rumah tangga.
Setelah kita tahu tentang pengertian
Majlis Ta’lim sebagai lembaga non formal yang mempunyai kedudukan dan
fungsi sebagai alat dan sekaligus
sebagai media pembinaan dalam beragama ( da’wah Islamiyah ), hal ini dapat
dirumuskan fungsi Majlis Ta’lim sebagai berikut:
a. Membina
dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT.
b. Sebagai
taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya bersifat santai.
c. Sebagai
ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat menghidupsuburkan da’wah dan
ukhuwah Islamiyah.
d. Sebagai
sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat.
e. Sebagai
media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada
umumnya.[10]
2.
Karakteristik Majlis Taklim
Majlis
Taklim sebagai lembaga nonformal memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
Sebagai lembaga non formal maka
kegiatannya dilaksanakan dilembaga-lembaga khusus, seperti masjid, mushola,
atau rumah-rumah bahkan sampai ke hotel-hotel.
b.
Tidak ada atura kelembagaan yang
ketat sehingga sifatnya sukarela. Tidak ada kurikulum, yang materinya adalah
segala aspek yang berkenaan dengan
agama.
c.
Bertujuan mengkaji, mendalami dan
mengamalkan ajaran islam.
d.
Anatar ustadz sebagai pemberi materi
dengan jamaah yang menerima materi berkomunikasi langsung.[11]
BAB III
SIMPULAN
-
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
-
Madrasah
Diniyah adalah satuan pendidikan keagamaan Islma nonformal yang
menyelenggarakan pendidikan agama Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan
umum.
-
Untuk
tingkat dasar (Diniyyah Takmiliyah Awliyah) dengan masa belajar 4 tahun dari
kelas satu sampai kelas empat. Untuk tingkat menengah pertama (Diniyyah
Takmiliyah Wustha) dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai kelas
dua. Untuk menengah atas (Diniyyah
Takmiliyah Ulya) dengan masa belajar 2 tahun dari kelas satu sampai kelas dua.
-
Karakteristik
Madrasah Diniyah ada 3, yaitu : memiliki jam pelajaran yang lebih sedikit, mata
pelajaran yang diajarakan semua tentang agama Islam, dan diselenggerakan pada
sore hari.
-
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
pengertian majlis adalah Lembaga ( Organisasi) sebagai
wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat
non pemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam.
-
Fungsi Majlis Ta’lim diantaranya, Membina
dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang bertaqwa
kepada Allah SWT, Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya
bersifat santai, Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat
menghidupsuburkan da’wah dan ukhuwah Islamiyah, Sebagai sarana dialog
berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan umat, Sebagai media
penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa pada
umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Buku
Aminatul Zahroh, Total
Quality Management Teori dan Praktik Manajemen Untuk Mendongkrak Mutu
Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013).
Adib Ibrahim ad-Dabbagh, Et al. At-Tarbiyah
as-Sulukiyah “inda Badi az-Zaman Sa’id an-Nursi, (Istambul: Soz Li ath-Thiba’ah
wan an-Nasyr, 2004).
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif,
1967).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).
Departemen Agama, Pedoman Penyelenggaraan Diniyyah Takmiliyah, (Jakarta: Direktorat
Madin, 2007).
Dian Nafi’, Sekilas Kurikulum Pondok Pesantren
Al-Muayyad, Windan, Makanhaji, Kartasuara, Sukoharjo, (Jawa Tengah, 1996).
Enung K
Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(
Bandung : Pustaka Setia , 2006 ).
Khozin, Jejak-Jejak
Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung, 1996).
B.
Website
http://www.gempurbojonegoro.or.id/2014/01/tess.html
[1]Aminatul Zahroh, Total Quality
Management Teori dan Praktik Manajemen Untuk Mendongkrak Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h.
17.
[2]M. Dian Nafi’, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren,
(Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara, cet 1, 2007), h.9.
[4]M. Dian Nafi’, Sekilas Kurikulum Pondok Pesantren Al-Muayyad,
Windan, Makanhaji, Kartasuara, Sukoharjo,
(Jawa Tengah, 1996), h. 19.
[5]Adib Ibrahim ad-Dabbagh, Et al. At-Tarbiyah as-Sulukiyah “inda
Badi az-Zaman Sa’id an-Nursi, (Istambul: Soz Li ath-Thiba’ah wan an-Nasyr,
2004), h, 213.
[6]Departemen Agama, Pedoman
Penyelenggaraan Diniyyah Takmiliyah, (Jakarta: Direktorat Madin, 2007), h.
5.
[7]Departemen Agama, Pedoman
Penyelenggaraan Diniyyah Takmiliyah, (Jakarta: Direktorat Madin, 2007), h.
17.
[8]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir
Kamus Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1967), h.202.
[9]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 85.
[10]Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006 ),
h. 134.
[11]Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan
Islam di Indonesia, (Bandung, 1996), h. 204.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar