BAB I
PENDAHULUAN
Dalam proses belajar dan
pembelajaran pada umumnya materi pembelajaran diupayakan berorientasi pada 4H,
yakni, head (kepala), heart (hati) dan hand (tangan). Yang berkaitan dengan
pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan. Dan yang , keempat Helth
(kesehatan).
Dengan kerangka pemikiran tersebut,
maka hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran yaitu mengenai
desain kurikulum. Menurut Oemar Hamalik pengertian Desain adalah suatu petunjuk
yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan
melaksanakan kegiatan.[1]
Ada tiga model desain kurikulum pada
umumnya, yaitu suatu desain yang berpusat pada bahan ajar (subject
centered design), suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa (learned centered design), dan suatu desain kurikulum yang
berpusat pada masalah-masalah yang di hadapi
dalam masyarakat (problem centered design).
Namun pada makalah ini hanya akan di uraikan
mengenai model desain kurikulum yang berpusat pada
masalah-masalah yang di hadapi dalam masyarakat (problem centered design ) saja.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sebelum
mengulas lebih dalam lagi mengenai model desain kurikulum problem centered design (desain kurikulum yang berpusat pada
masalah-masalah yang di hadapi dalam masyarakat), maka akan diuraikan terlebih
dahulu mengenai pengertian dan prinsip desain kurikulum terlebih dahulu secara
umum.
A.
Pengertian Desain Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik pengertian
Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang
ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.[2]
Desain kurikulum adalah menyangkut
pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain
kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan
vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi
kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan
berdasarkan urutan tingkat kesukaran.[3]Adapun
George A. Beauchamp mengemukakan bahwa:
Curriculum
design may be defined as the substance and organization of goal and culture
content so arranged as to reveal potential progression through levels of
schooling. (Desain kurikulum bisa digambarkan sebagai unsur pokok, komponen
hasil atau sasaran dan kultur yang membudaya). [4]
Sehingga dari uraian diatas dapat
penulis simpulan bahwa Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian
tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap
perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari
kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip
pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
B.
Prinsip-prinsip dalam mendisain
Saylor (Hamalik :2007) mengajukan
delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Desain kurikulum harus
memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman
belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil
yang diharapkan.
2) Desain memuat berbagai
pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan–tujuan
pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru;
3) Desain harus memungkinkan
dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar
dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di
sekolah;
4) Desain harus memungkinkan
guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat
kematangan siswa
5) Desain harus mendorong guru
mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah
dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6) Desain harus menyediakan pengalaman
belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan
dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7) Kurikulum harus di desain
agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan
nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
8) Desain kurikulum harus
realistis, layak, dan dapat diterima.[5]
C.
Model Desain Kurikulum (problem centered design)
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang
mengutamakan peranan manusia (man centered). Problem centered desain menekankan manusia dalam kesatuan kelompok
yaitu kesejahteraan masyarakat dan menekankan pada perkembangan peserta didik.[6]
Hal ini bertolak dari asumsi para ahli pendidikan humanistik
bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan
bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan
bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalh
social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan kehidupan mereka, selain itu anak
atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum
humanistik lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebaga
subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi,
kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.[7]
Konsep-konsep ini menjadi landasan
pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner
centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum
berupa masalah-masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang
akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan
kemampuan peserta didik.
Problem
centered design
menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi
model desain kurikulum ini, yaitu The
Areas Of Living Design, dan The Core
Design.
1).The Area of Living Design
Perhatian terhadap bidang-bidang
kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer
pada abad 19, dalam tulisan yang berjudul What Knowledge is of most worth?
Areas of living design seperti learner centered design menekankan prosedur
belajar melalui pemecahan masalah.[8]
Dalam prosedur belajar ini tujuan
yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content
objectivies) diintegrasikan. Penguasaan informasi- unformasi yang bersifat
pasif tetap dirangsang. Cirri lain yaitu menggunakan pengalaman dan situasi –
situasi dari peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari
bidang-bidang kehidupan.
Dalam the areas of living hubungannya
besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan
bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan
pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini
sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Desain ini mempunyai beberapa
kelebihan diantanya:
- The areas of living desaign merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema- problema kehidupan sosial.
- Karena kurikulum diorganisasikan di sekitar problema- problema peserta didik maka kurikulum ini menggunakan prosedur pemecahan masalah.
- Menyajikan bahan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
- Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yyang professional.
- Motivasi berasal dari peserta didik.[9]
Adapun kekurangan dari desain ini adalah:
- Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sngat esensial sangat sukar.
- Lemahnya integrasi kurikulum
- Desain ini megabaikan warisan budaya.
para peserta didik memandang masalah
untuk sekarng dan masa depan dan mengabaikan masa lalu.
2).The Core Design
The cores design timbul sebagai reaksi utama kepada separate
subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan
ajar , mereka memilih mta mata pelajaran tertentu sebagai inti (core).
Pelajaran lainnya dikembangkan kan disekitar core tersebut. Menurut konsep ini
inti-initi bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan sosial. The
core design biasa juga disebut the core curriculum.
Terdapat banyak variasi pandangan
tentang the core design. Mayoritas
memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang
berlaku di Indonesia dewasa ini, core
curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan
diarahkan pada pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi dan social. Kalau
kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan
keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada
pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu
membina kerja sama yang baik pula.[10]
The core
curriculum
diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan
spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan
social, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan
social pribadi peserta didik.
Ada beberapa variasi desain core
curriculum yaitu:
1. The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi
keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang
mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2. The correlated core. Model desain ini pun berkembang
dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata
pelajaran yang erat hubungannya.
3. The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari
separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran
tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi
dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema
masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
4. The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari
pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada
learner centered, the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan
kebutuhan peserta didik.
5. The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga
pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang
sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah
yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang
paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
6. The social problems core. Model desain ini pun merupakan
produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the
areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core
didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi
hal yang controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas
problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh
masalah social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan,
kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal
di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu
controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung
memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core
mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai
social dan pribadi yang berbeda.
D.
Perbedaan Antara Model Desain Kurikulum
Perbedaan
yang mendasar antara ketiga model desain yang telah diuraikan adalah :
Subject centered desaign mengutamakan isi, sedangkan learner centered mengutamakan manusia atau peserta didik secara
individual, sementara problem centered design
menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.
BAB III
SIMPULAN
·
Desain kurikulum merupakan suatu
pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada
berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar
unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya,
prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya.
·
Ada 8 prinsip yang di ajukan Saylor ketika akan mendesain kurikulum.
·
Perbedaan anatara ketiga model
desain kurikulum Subject centered desaign
mengutamakan isi, sedangkan learner
centered mengutamakan manusia atau
peserta didik secara individual, sementara problem
centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu
kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Buku
Malik, Oemar , Manajemen Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: Rosda, 1993).
Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan
Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2009).
Beane A. James (1997), Curriculum
Integration: Designing The Core of Democratic Eduction, (Teachers College
Press, Columbia University. 1975).
Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan
Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
B.
Website
[1]Oemar Malik, Manajemen Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: Rosda, 1993) , h. 21.
[2]Oemar Malik, Manajemen Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: Rosda, 1993) , h. 21.
[3]Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori
dan Praktek). Cet.11, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), H. 34.
[4]Beane A. James (1997), Curriculum Integration: Designing The
Core of Democratic Eduction, (Teachers College Press, Columbia University.
1975), h. 101.
[5] Nadirah,
Desain-Desain Kurikulum, http://dhyrahcahayacinta.wordpress.com, akses pada 10 Maret
2014, pukul: 20:00WIB.
[7]Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan
Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
[8]Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan Profesi Guru Vokasional
Berbasis Technological Curiculum.
[9] Nadirah,
Desain-Desain Kurikulum, http://dhyrahcahayacinta.wordpress.com, akses pada 10 Maret
2014, pukul: 20:00WIB.
[10] Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah , Journal Model Desain Kurikulu Pelatihan
Profesi Guru Vokasional Berbasis Technological Curiculum.
contoh design kurikulum seperti apa pak.
BalasHapus